Waktu Terbaik untuk Memulai Bisnis Adalah Tiga Tahun Lalu
Rabu sore, bersama seseorang di Warunk Upnormal di Cihampelas Walk, saat sedang membicarakan hal-hal tidak penting yang memenuhi kepala saya belakangan ini, saya mendapat pesan WhatsApp dari adik saya. Isinya menarik.
Menarik karena ketika kebanyakan teman saya merasa lesu dan benar-benar bingung mau bisnis apa, adik saya malah antusias membahas ide yang menurut saya cukup sinting, yang saya sendiri awalnya tidak yakin. Menurut saya idenya kelewat konyol. Tetapi, kita tahu, hal-hal yang terlihat konyol selalu punya potensi jika dikemas dengan cara yang baik.
Ada banyak hal menyenangkan yang saya pelajari selama bekerja bersama adik saya. Selagi semuanya masih terasa segar di kepala, saya ingin menulisnya di sini sebagai bahan pengingat jika suatu hari nanti kami mulai goyah atau hilang arah. Juga sebagai catatan jika kelak ada yang bertanya kenapa dan bagaimana kami memulai.
1. Kami Menjual Produk ketika Belum Punya Produk
Berat untuk mengakui ini tapi, bahkan menurut standar kami sendiri, produk kami masih jauh dari kata layak produksi. Kemasan masih sekadarnya, desain masih belum kuat, dan alat-alat produksi pun masih belum memadai. Suka atau tidak, kami harus menerima ini, dan satu-satunya pembelaan kami adalah modal.
Masalahnya sejak awal kami sepakat untuk menolak pinjaman orang luar. Kalaupun terpaksa harus meminjam, itu harus dari orang terdekat, seperti keluarga atau sahabat. Dan kami juga menolak pinjaman dalam jumlah besar, kecuali kami yakin bisa mengembalikan dana dengan cepat (sialnya untuk produk ini kami tidak yakin). Jadi kami menggunakan dana seadanya.
Apa yang saya pelajari dari ini adalah karena kami menjalankan sumber daya terbatas, kami dipaksa menghitung kendala lebih awal. Pada masa pra-pembuatan, kami sempat bingung mau dibentuk seperti apa branding produk kami, dan pada saat yang sama kami khawatir memilih branding yang salah. Kami bahkan khawatir membuat produk yang salah. Kendalanya adalah dalam setiap salah langkah yang kami buat ada biaya yang harus dibayar.
Untuk bisnis dengan banyak dana, cara yang umum adalah buat produk dan lempar ke pasar, lalu pikirkan model pendapatan nanti. Jika ini perangkat lunak, modelnya bisa berlangganan atau beli-putus lisensi; jika ini barang, modelnya bisa bayar di muka atau ambil banyak dan hanya bayar yang terjual. Kami tidak bisa seperti itu. Kami tidak punya waktu untuk menunggu, kami ingin menjual sesuatu yang layak dibayar hari ini. Jadi kami memilih melempar dadu ke meja: buat desain prototipe, tunjukkan pada orang, dan lihat reaksi mereka. Produk akan dibuat atau tidak bergantung pada permintaan.
Jadi kami menjual produk ketika belum punya produk. Kami hanya punya desain prototipe. Kami hanya menjual ide. (Risiko nyata dari pendekatan ini adalah minat orang mungkin berubah karena terlalu lama menunggu produk. Jadi tantangannya kami harus bisa menjaga minat mereka.)
2. Berpikir Mundur Satu Langkah
Saat kita memulai bisnis, insting pertama kita biasanya ingin meniru kompetitor dan melakukan lebih banyak daripada mereka. Jika kompetitor punya lima fitur, kita harus bikin delapan. Jika mereka bisa ABC, kita harus ABCDE. Ini mungkin bekerja jika kita punya modal dan sumber daya yang cukup, tapi untuk tim kecil dengan modal yang juga minim, model ini bisa jadi pembunuh.
Alih-alih, kami melakukan yang sebaliknya. Ada dua nama besar yang kami jadikan kompetitor saat merancang produk kami. Mereka adalah gajah di dalam ruangan. Karena kami sadar tidak akan mampu menyaingi mereka dari segi kemewahan, kami memutuskan untuk mengambil celah dari kekurangan mereka. Kami mencoba mempelajari apa yang buruk dari mereka, apa yang pelanggan mereka keluhkan, menjadikan itu sebagai fokus kami, dan itulah yang kami jual.
Saya pikir lebih baik membuat produk yang setengah jadi daripada membuat produk yang setengah-setengah. Untuk bagian ini, saya sangat menyukai semangat adik saya saat mengejek kompetitor. Saya suka memiliki rekan yang mampu mengkritik dan mampu menjelaskan kenapa menurutnya itu layak dikritik. Belum tentu solusi yang dia tawarkan akan lebih baik, tapi paling tidak dia sudah tahu ada yang salah, dan dengan begitu dia juga tahu ada yang harus diperbaiki.
Berpikir mundur satu langkah juga berarti banyak memulai dengan berkata tidak. Saat merancang produk, kami melihat kompetiror memiliki banyak hal, dan kami bertanya pada diri kami: apakah kami membutuhkan itu? Adakah alternatif yang lebih efisien? Atau bahkan, adakah hal lain yang lebih mendesak? Semakin banyak bertanya, semakin sering kami berakhir dengan ini: apakah itu menyenangkan untuk dimiliki? Ya. Apakah itu penting? Kebanyakan tidak.
3. Kita Tidak Bisa Baca Peta Tanpa Kompas
Sebelum adik saya, ada dua teman yang mengajak saya kolaborasi bisnis. Keduanya sama-sama “orang ide” (orang yang hanya punya imajinasi tanpa keterampilan teknis di bidang yang akan mereka selami), dan diskusi hanya bermuara pada apa yang harus dibuat dan bagaimana itu akan dibuat, seolah-olah tantangan sebuah bisnis hanya dua perkara itu.
Secara umum, kita tidak butuh ide yang cemerlang untuk memulai bisnis. Cara sebuah bisnis mendapatkan uang adalah menawarkan solusi yang lebih baik kepada orang daripada apa yang kita miliki sekarang. Dan karena apa yang kita miliki sekarang sering kali sangat buruk, kita tidak membutuhkan kecemerlangan untuk menjadi lebih baik. Kadang-kadang bahkan hanya perlu sedikit lebih beda.
Jadi membuat solusi itu bagian yang mudah. Bagian yang sulit adalah menjawab bagaimana orang-orang akan menggunakan solusi baru ini. Sebuah bisnis tidak hidup-atau-mati dari seberapa rapi idenya, bisnis akan mati bergantung pada apakah ia mampu menemukan atau menciptakan pasar untuk dirinya sendiri. Ini alasan kenapa saya menolak tawaran kedua teman saya, meskipun ide mereka masuk akal dan saya yakin bisa dijual. Tapi itu hanya peta.
Adik saya datang dengan rencana. Dia tahu ke mana produknya akan dijual, dengan cara apa, dan bahkan dia juga tahu rute jangka panjangnya. Itu saja sudah cukup untuk membuat saya tertarik dan bergabung. Detail bisa dipikirkan nanti, rencana bisa berubah di tengah jalan, tapi yang paling penting dia sudah memegang kompas sejak awal.
Ide bertemu eksekusi itu disebut proyek. Ide bertemu eksekusi dan rencana, itu bisnis.
4. Berinvestasi pada Hal-Hal yang Tidak Bisa Diskalakan
Antusiasme. Itu salah satu kualitas yang tidak bisa kita jiplak. Ketika mencari rekan untuk berbisnis, jangan berpikir kamu harus mendapatkan seorang guru atau master teknologi. Saya pribadi lebih suka bekerja dengan orang berkemampuan rata-rata tapi punya gairah tinggi ketimbang seorang ahli yang membosankan.
Temukan seseorang yang antusias. Seseorang yang bisa kamu percaya untuk mengerjakan tugasnya ketika ditinggal sendirian. Seseorang yang bersemangat untuk membangun apa yang sedang kamu bangun. Seseorang yang membenci hal yang sama dengan yang kamu benci. Seseorang yang sangat ingin terbang bersamamu.
Amati apakah seseorang mengajukan banyak pertanyaan tentang bisnismu. Orang yang antusias ingin memahami suatu masalah sebaik mungkin, dan dengan begitu mereka akan dengan cepat memikirkan solusi yang potensial, yang pada akhirnya menimbulkan banyak pertanyaan. Orang-orang inilah yang akan membantu melihat lebih jauh bahwa idemu bisa diimplementasikan dengan seribu cara berbeda.
Hal lain yang tidak bisa diskalakan: 10 konsumen pertama. Pendiri yang malu-malu biasanya akan promosi dengan cara yang senyap. Pendiri tipe teknis lebih parah, mereka lebih suka duduk di depan komputer sambil berpikir “produk kami bagus, orang akan menyadarinya tanpa perlu kami promosikan—cukup bagikan tautannya di media sosial”. Itu bukan kualitas seseorang yang kamu harapkan ada di dalam timmu. Kamu butuh yang berani mengetuk pintu rumah orang dan bertanya, “maukah Anda mencoba produk kami?” dan ketika jawabannya iya, dia akan lanjut bilang “bagus, sekarang duduk dan dengarkan” dan menjelaskan semuanya di tempat, saat itu juga.
Salah satu pelajaran terpenting yang saya pelajari dari pernah bekerja sebagai sales adalah, sebenarnya ada banyak orang yang ingin menggunakan produkmu, tapi mereka harus dibantu. Saya salut pada kegigihan adik saya dalam jualan dan negosiasi sampai berhasil melepas enam produk dalam waktu satu minggu, seorang diri, untuk sebuah produk yang baru dibuat. Lumayan.
5. Lakukan Semuanya Sendiri
Kami adalah tim kecil dua orang. Secara khusus, kami adalah satu pemasar dan satu pemrogram. Tapi si pemasar bisa produksi dan mencari ide-ide baru, sebagaimana si pemrogram bisa mendesain dan copywriting. Ini adalah posisi yang sulit dan merepotkan tapi bagus untuk dipertahankan. Alasannya:
Mayoritas orang teknis pada suatu saat akan memutuskan untuk melakukan putaran ke semacam level manajemen, apakah itu menjadi CEO atau hanya mengambil posisi VP di suatu tempat dan mengelola orang lain. Dan ada alasan bagus untuk itu.
Tapi bukan itu yang ingin saya lakukan. Keegoisanlah yang membuat saya berkata, tidak, saya sangat suka membangun sendiri. Dan saya tahu bahwa jika saya melakukan [putaran] itu, saya mungkin bisa menjadi sangat efektif selama beberapa tahun tapi kemudian keterampilan saya berhenti berkembang, dan dunia terus berjalan dan saya tidak lagi berada di ujung tombak. Dan akhirnya saya memberikan nasihat buruk kepada orang-orang yang saya kelola.
— John Carmark
Setiap kali kami mengerjakan sesuatu sendiri, keterampilan kami akan menjadi sedikit lebih baik dari kemarin. Itu membuat otak kami tetap segar dan membantu proses neuroplastisitas. Selain itu saya tidak percaya kebanyakan orang, dan saya pikir saya butuh banyak uang untuk mempekerjakan orang yang mampu bekerja lebih baik daripada saya. Haruskah kita mengeluarkan banyak uang untuk berjalan?
Mungkin. Tapi hari-hari ini tidak perlu banyak uang untuk memulai. Ada banyak perangkat lunak hebat bersifat open source dan gratis. Beberapa tugas membosankan bisa diprogram agar berjalan otomatis, dan mereka dapat berjalan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, dengan biaya yang jauh lebih hemat dibanding menyewa orang.
Ya, ini juga berarti hal ini hanya bisa dicapai jika kita memiliki keterampilan di bidang yang ingin kita selami. Betapa pun itu menyebalkan, menurut saya itu adalah hal yang masuk akal. Misalnya kamu ingin membuat bisnis rintisan dalam bentuk aplikasi web, mau tidak mau kamu harus belajar memprogram, atau minimal belajar menghubungkan alat-alat no-code. Agak konyol jika kita ingin ikut balapan mobil tanpa mau belajar mengemudi.
6. Lupakan Cerita Fantasi yang Kamu Baca di Internet
Sejak hari pertama mengobrol, adik saya menyebut angka yang fantastis. Dilihat dari kelipatannya cuma ada dua kemungkinkan yang terlintas di kepala saya. Pertama jualan kue; ibu kami tukang jualan kue, jadi saya tahu laba kue ada di angka kelipatan itu. Atau yang kedua bisnis MLM; tipikal bisnis yang digandrungi anak kuliah dan orang-orang yang ingin cepat kaya tapi enggan pesugihan.
Terlepas dari apa pun bisnisnya, penting untuk menyadari tidak ada skema ajaib cepat kaya dalam bisnis. Apalagi untuk bisnis yang di-bootstrap, kita langsung terjun ke Perang Salib antara lakukan atau mati. Kita sedang mengerjakan sesuatu berbasis iman yang akan terus kita perjuangkan sampai pada titik keyakinan kita patah. Ini berbeda dari jualan produk sebagai dropshipper, ini bukan iseng-iseng berhadiah untuk oportunis acak.
Uang mungkin salah satu alasan utama kenapa kebanyakan orang tidak mau melakukan bootstrap. Orang takut bangkrut, atau takut menerima potongan pendapatan. Jika kamu takut pendapatanmu dipotong, berarti kamu bukan ingin menjadi pengusaha, kamu ingin menjadi kaya. Itu adalah dua hal yang berbeda. Kalau kamu hanya ingin kaya, bekerja sebagai karyawan tetap sambil rutin menabung dan investasi reksa dana juga bisa—dan itu jauh lebih sederhana. Sementara seorang pengusaha harus siap tidak menerima gaji selama waktu yang dibutuhkan untuk membawa bisnisnya ke profitabilitas.
Tapi hati-hati. Sangat mudah untuk kehilangan semangat atau mendadak bosan di tengah jalan jika motivasimu adalah cerita fantasi. Kamu mungkin akan kecewa dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Saat ini terjadi, biasanya agak susah untuk diobati (pengalaman pribadi), dan biasanya salah satu penyebab utamanya adalah salah investasi. Apa yang harus dilakukan ketika bisnis mulai menghasilkan uang?
Jangan dihabiskan. Itu saja.
7. Menemukan Waktu Terbaik
Ada dua faktor utama yang mendorong adik saya untuk berbisnis. Pertama, dia ingin punya pendapatan di luar uang jajan. Kedua, dia melihat salah satu temannya yang cukup sukses padahal usia mereka hanya beda tipis.
Mudah untuk termotivasi karena melihat pencapaian orang. Yang susah adalah mengetahui bagaimana orang itu memulai dan bertahan. Dan yang lebih susah lagi adalah mengikuti jejak mereka setelah tahu ternyata jalannya berombak. Sanggupkah kita banting setir ketika produk yang kita jual sudah tidak menarik? Mampukah kita begerak cepat ketika ada peluang lain meski itu artinya harus meninggalkan produk yang kita cintai? Bisakah kita mengambil keputusan di garis batas antara konteks dan konsistensi?
Memang penting untuk memahami konsep “itu bukan masalah ketika belum menjadi masalah”, tapi penting juga untuk bisa membuat tindakan yang tepat ketika menghadapi masalah. Kebanyakan bisnis gagal bukan karena idenya buruk atau produknya buruk. Lebih sering, mereka gagal karena orang-orangnya kehilangan bensin atau keliru membaca mata angin. Itulah kenapa sebuah kapal butuh nakhoda yang mampu membaca peta dan memegang kompas.
Tapi di luar semua itu, yang paling penting adalah menyadari waktu. Karena dalam setiap detik yang kita habiskan untuk berpikir dan menyusun rencana, ada ribuan orang di luar sana yang sudah memulai. Jadi untuk bisa ikut pesta di dunia yang serbacepat dan bising ini, tidak masalah melempar produk yang setengah jadi, karena dari situ kita jadi punya gambaran apakah produknya bisa dikembangkan atau justru dibuang. Itu lebih baik daripada menunggu kesempurnaan.
Kapan waktu yang tepat untuk memulai? Tidak ada, karena waktu tidak pernah tepat. Waktu akan terus berjalan tanpa peduli apakah kita siap atau tidak. Pilihannya hanya terjun dan ambil semua risiko yang ada atau diam dan menyesal. Tidak pernah ada waktu yang tepat, yang ada hanyalah waktu terbaik.
Dan waktu terbaik untuk memulai bisnis adalah tiga tahun yang lalu. Waktu terbaik berikutnya adalah hari ini.